27 March 2009

Setitik Embun di Terik Siang


"Teng, teng, teng". Bel telah terdengar, menandakan waktunya pulang sekolah. Dan Azzam pun menyegerakan untuk pulang kerumah.
"Huhft! Panas sekali, bikin males pulang kerumah". Keluh Azzam pada matahari yang menyengat permukaan kulitnya. Dengan keterpaksaan Azzam melangkahkan kakinya. Ia teringat punya jadwal kegiatan hari ini, sore ini tepatnya. Ngajar TPA di masjid sebelah.
"Zam, Azzam, tungguin aku, pulangnya barengan donk…". Terdengar temannya berteriak. Irham namanya.
"ya, cepetan! Panas nih, bikin kulit jadi mendung". Keluh Azzam lirih dengan muka masam yang dihadiahkan pada Irham.
"Ya ampun…kenapa sih? Muka kesut, tampang jelek". Sambung Irham yang sudah berada di depan Azzam.
"Aku gitu ya…?", benak Azzam, "Sebegitukah diriku sekarang? Terlihat tak elok dipandang orang".
"Woi! Ngelamun…".
"Sorry". Jawab Azzam singkat. Sembari mereka berdua meneruskan perjalanan pulang.
Dalam perjalanan. Azzam melamun dan membayangkan hal yang tterjadi tempo hari. Ketika Azzam mengajar mengaji anak-anak di TPA masjid sebelah, Azzam melihat seseorang yang baginya sangat menarik, dan memang tak taka sing. Azzam merasa ada hal yang lain persahabatannya selama ini dengannya. Bukan pertemanan! Lambat laun, Azzam seperti memendam perasaan, seperti rasa sayang yang ditujukan kepada seseorang. Biarlah, azzam berharap ini hanya rasa yang melintas seperti kendaraan yang lalu lalang dijalan raya.
"Zam, aku pulang ya? Kan lain rumah". Ucap Irham yang sedikit mengagetkan Azzam.
"Ya". Jawab Azzam singkat.
Baru sejenak Azzam tersadar, bahwa ia sudah berada didepan rumahnya. Benar-benar lamunan yang melalaikan.
Azzam pun memasuki rumah yang terhampar dihadapannya jelas. Pelajaran tambahan membuatnya merasa lelah. Kenapa harus pulang sebelum ashar? Dan harus. Lelah raga Azzam menghantarkannya untuk merebahkan tubuh yang lemas itu diatas ranjang. Dan mungkin, mata itu pun ingin terpejam sejenak.
"Allahu Akbar Allahu Akbar…". Terdengar nyaring ditelinga azzam suara adzan yang terdengar dari masjid sebelah.
Azzam pun segera beranjak dadri kasur empuk yang melalaikan. Terdengarnya adzan itu, yang menannadakan ia harus shalat ashar. Rumah kosong itu membuat Azzam sahalat fardhiyah tanpa keluarga yang dicintainya. Orang tua yang sibuk dfengan karir mereka masing-masing.
Lega rasanya, Azzam bias menunaikan shalat ashar. Dengan segera Azzam pun mengambil baju koko yang tergantung dialmari yang terletak disudut kamar, berganti pakain, untuk segera pergi ke masjid, mengajar TPA.
Azzam memasuki masjid yang taka sing baginya. Segera ia duduk dihadapan anak-anak TPA, dan disamping para pengajaryang lain. Siap untuk dimulai!
"Adek-adek, salam kakak dijawab dulu ya Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh". Mulaiku.
"WA'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh"> jawab anak-anak serentak.
"Nah, adek-adek, sekarang iqra' dan Qur'an-nya diambil, trus ngaji sama kakak-kakaknya".
"Dug, dag grudug, bug!". Terhidang suara rebut akan semangat anak-anak untuk belajar mengaji, berebut iqra' dan Qur'an.
"Bismillah…".
"Araitalladzi…".
Hari yang membuat lemas ini menyebabkan Azzam tidak ingin terlalu lama mengajari anak-anak belajar mengaji. Mungkin harus disudahi sampai disini.
"Adek-adek, ngajinya udah semua belum…?".
"Udah kak, tapi nulisnya belum selesai".
"Ya udah, buat tugas dirumah aja, pertemuan depan dikumpulkan".
"Baik adek-adek, untuk mengakhiri TPA kali ini, ucap hamdalah sama-sama".
"Alhamdulillahirabbil 'alamien…"
"Salamnya dijawab ya…, Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh".
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh". Jawab adek-adek TPA serentak.
Seperti biasa, Azzam dan para pengajar yang lain berdiri dan meladeni anak-anak untuk bersalaman.
Dan seperti agenga dan kesepakatan bersama. Hari ini, week end. Diadakan evaluasi bersama dalam mengajar, dan kegiatan TPA yang lain.
Dengan segeraAzzam dan teman yang lain duduk melingkar didalam masjid yang tak cukup nbesar untuk dikatakan sebuah masjid.
"Oya, langsung aja ya, untuk mempersingkat weeaktu. Ada yang ingin mengawali?". Mulai Mba Rina, ketu pengajar TPA ini.
"Eehhmm, ada yang tau Zahra nggak? Kok gak hadir hari ini?". Tanyaku pada forum.
"Wah… nggak tau tuh". Jawab Lili singkat.
"Lha…,sukanya gini lho. Sekarang evaluasi dulu donk…, baru yang lain".Cletuk Roni tiba-tiba.

___*___*___

Evaluasi pun berjalan sebagaimana mestinya. Membicarakan kekurangan yang tak kunjung usai, kelebihan dan kemajuan yang harus dipertahankan, dan tak mlupa pula rencana program kerja untuk kedepannya.
Tak lama, acara yang penuh dengan cek-cok ini pun selesai.
Azzam, menuju untuk pulang kerumah, dengan muka suntuk karena capek dengan kegiatan yang melelahkan.
Bau badan yang menyengat tubuh, mengharuskan ia untuk segera mandi, dan segera pergi kemasjid, untuk menunaikan shalat maghrib.
"Jeklek". Kubuka pintu rumah yang sepi ini. Sejenak pandangan pun mengarah keatas meja yang berada diruang tamu. Secarik kertas.
Mas, ibu dan ayah pergi kerumah eyang kalau mau makan malam udah disiapin dioatas meja makan.
Azzm segera mandi. Agar waktu ia makan, tak tercium bau kecut aroma khas tubuhnya. Acar mandi pun selesai, Azzam segera menghampiri meja makan yang berada diruang tamu tentunya.
Dilahap nasi yang masih mengepul, dan sepotong ayam yang dimasak ibunya. Terasa enak.
Agenda makan pun selesai. Diambilnya segera air wudhu untuk pergi kemasjid, menunaikan shalat isya.

___*___*___

Selesai shalat isya.
Azzam melangkahkan kakinya menuju Zahra. Senyumnya dihaturkan untuk menyambut Zahra. Zahra pun bertingkah demikian, dengan balasan senyuman manis dan ramah.
"Zahra, tadi gak ngajar TPA, kenapa?". Tanya Azzam membuka pembicaraan.
"Gak papa kok, cumin rada males, dikit…". Balasnya.
"Kok males gitu, sebagai generasi biru harus semangat donk…".
"Iya, lain kali berangkat. Toh, baru sekali inih gak berangkat".
"Oh… gitu ya, ya udah deh, makasih".
"Udah? Ya udah. Aku mau pulang dullu ya, besok lagi".
Lalu Zahra membuat Azzam teringat pada hal-hal yang pernah terjadi diantara mereka berdua. Senyum aneh ini, seperti terpendam. Sesuatu yang pernah saling memeberi diantara mereka berdua, seperti ada sinyal -bukan sinyal handphone tentunya- yang terpancar. Rasa ini membuat Azzam ingin mengutarakan hal yang terpendam dihatinya. Harus!
Segera Azzam menghampiri Zahra yang telah lalu dari pandangannya. Dihampirinya Zahra, dan tercapai ketika berada di depan sebuah Pos Ronda.
"Zahra, tunggu bentar".
Dengan segera Azzam menghadapkan dirinya dihadapan Zahra.
"Aku harus mulai obrolan ini. Dimulai... dengan basa-basi". Benak Azzam. Seraya dentuman keras denyut jantungnya yang keras.
"Zahra, aku memendam perasaan padamu". Terucap gugup dari mulut Azzam
Terdiam. Sunyi tanpa kata.
"Zam, kamu jujur dan berani. Namu apa daya, seorang wanita yang tak kuasa akan permintaan orangtua. Mungkin harus kukatakan". Jawab Zahra dengan lembut.
"Maaf, aku bukannya bermaksud buruk padamu. Tapi... aku sudah menjadi tunangan seseorang".
"Selamat".

___*___*___

Bagai halilintar yang menyambar hati yang berada didalam tubuh. Hancur. Ini adalah hal terpahit.
Ternyata benar apa yang telah ditulis Azzam dalam diary-nya.
Embun. Tak pernah ada di terik siang yang panas.

No comments:

Post a Comment

Berikanlah yang terbaik untuk bisa membangunku