06 December 2009

Wanita Karir


Pemandangan yang kita lihat pada pagi hari, para wanita dengan pakaian rapi pergi menenteng tas untuk menuju ke tempat kerja mereka masing-masing, sudah tidak asing lagi di segenap penjuru negri ini. “Wanita karier” itulah istilah yang mereka sandang. Kayaknya hal ini adalah sesuatu yang sangat lazim dan wajar sehingga tidak perlu dibahas dan dipermasalahkan, namun betapa banyak sebuah kewajaran ini hanya jalaran songko kulino (jawa: karena itulah kebiasaan yang ada). Padahal banyak sesuatu yang dianggap biasa oleh masyarakat sebenarnya adalah sesuatu yang jelas-jelas diharamkan. Ambil misal membuka rambut bagi wanita di luar rumah di sebagian daerah adalah sesuatu yang sangat wajar, padahal juga sangat jelas haramnya. Benarlah Alloh Ta’ala tatkala berfirman (yang artinya):

“Jika engkau mengikuti kebanyakan manusia di muka bumi, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Alloh.”

(QS. Al An’am : 116)

Dari sini saya mengajak segenap wanita mu’minah, yang meyakini Alloh sebagai Tuhannya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallamn dan As Sunah dengan pemahaman para ulama’ kita. Wallahul Muwaffiq

Ujian Sejarah


Di Indonesia, keadilan hanya terlihat di atas awan. Kita sering terbuai untuk meraihnya dari ketinggian, tetapi lupa menanamnya di bumi kenyataan.

Di negeri ini kita sering merasa sudah bekerja keras membangun pemerintahan yang bersih tanpa korupsi. Namun, itu membutuhkan pemimpin negara yang berani. Hampir mustahil suatu bangsa dapat menjumpai keadilan jika terdiam melihat kepemimpinan pemerintahan bergerak sebatas visi, pengetahuan, dan kompetensi tanpa keberanian. Akibatnya, mandat suci negara-hukum tak berdaya dalam menghadapi mafia dan hamba-hamba hukum yang korup.

Saat menerima laporan Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum atas Kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah atau Tim 8, Presiden menyatakan kasus ini sebagai ujian sejarah. Juga saat menerima laporan Tim Pencari Fakta Kasus Munir, Presiden menyatakan kasus Munir sebagai ujian sejarah. Apakah kita telah melewati masa kegelapan menuju negeri demokratis, menghormati hukum dan hak asasi manusia?

Ujian sejarah

Benar, ini ujian sejarah, yang tidak berhenti pada penerimaan laporan, tetapi pada tindakan. Pada kasus Bibit-Chandra ditemukan ketidakwajaran dalam proses hukum, tetapi justru terus muncul keraguan. Bahkan, Presiden belum berani memastikan ada sanksi bagi pejabat yang bertanggung jawab atas proses hukum yang dipaksakan. Hal ini mengundang pertanyaan, adakah hubungan kepentingan kuasa dalam rekayasa ini sehingga Presiden ragu memberikan sanksi? Apakah tak percaya kepada tim yang dibentuknya sendiri?

Presiden pernah meminta pihak-pihak yang disebut dalam rekaman Anggodo harus nonaktif dan mengancam untuk menuntut siapa pun yang mencatut namanya. Namun, kenyataannya?

Juga belum terlihat keberanian strategis untuk reformasi institusional dan reposisi personel. Memberantas makelar kasus di semua lembaga penegak hukum tak cukup hanya membuka pengaduan dan gugus tugas baru di bawah kepresidenan, tetapi bagaimana memastikan tindak lanjut atas laporan berbagai lembaga pemantau korupsi, terutama yang dibentuk konstitusi dan undang-undang, seperti Komisi Yudisial, kejaksaan, dan kepolisian. Tanpa tindakan nyata, pembenahan aneka lembaga hukum, termasuk organisasi profesi advokat, hanya menjadi ilusi.

Ujian terdekat

Ujian terdekat adalah apakah Presiden akan mendorong penuntasan kasus korupsi Masaro, Sistem Komunikasi Radio Terpadu Departemen Kehutanan, dan proses hukum atas Kepala Bareskrim Susno Duadji dan Lucas terkait dana Bank Century. Apalagi, perhatian publik kini terfokus pada masalah Bank Century, penyebab polemik cicak-buaya. Bukan sekadar pencairan dana Boedi Sampoerna, tetapi kebijakan pemerintah kepada Bank Century.

Pengambilalihan bank ini pun menjadi skandal. Mengapa?

Pertama, Bank Century merupakan bank kecil. Adanya dampak sistemik seperti disampaikan Bank Indonesia sebenarnya diragukan karena hanya segelintir orang yang kehilangan uang dari penjaminan simpanan LPS hingga Rp 2 miliar.

Kedua, lemahnya pengawasan Bank Indonesia. Audit BPK 2005-2008 menunjukkan Bank Century sering bermasalah. Suntikan dana menjadi skandal karena dana LPS itu sebenarnya untuk mengisi kas Bank Century yang kosong setelah diambil pemilik bank. Andai itu tak terjadi, tak perlu diambil alih karena sudah mendapat pinjaman fasilitas pendanaan jangka pendek Bank Indonesia.

Ketiga, dugaan dana Bank Century untuk kepentingan politik. Ini semua harus dibuktikan kebenarannya.

Apa yang harus dilakukan?

Sebuah negara hukum pasti memuliakan kesetaraan bagi setiap warganya di muka hukum. Tak boleh ada yang kebal hukum. Supremasi hukum harus ditegakkan. Tak ada intervensi. Namun, negara kita belum menjadi negara hukum, masih dalam keadaan tak normal. Hukum berjalan pincang, direkayasa, dikorupsi, dan digembosi oleh hamba-hamba hukum sendiri. Ini adalah ujian berat sejarah.

Diharapkan, Presiden mendorong KPK dan PPATK mengusut penyalahgunaan keuangan negara pada kasus Bank Century. Fokus pertama diarahkan untuk menguji kredibilitas kebijakan dana talangan.

Fokus kedua, menguji apakah dana talangan itu digunakan sesuai kaidah keuangan negara, untuk kepentingan umum atau pribadi/golongan. Sejauh mana uang itu digunakan secara tak bertanggung jawab oleh pihak- pihak luar, Bank Century, aparat hukum, dan kelompok tertentu?

Jika dugaan publik benar, skandal Bank Century adalah contoh bagaimana sistem keuangan kita tak belajar dari pengalaman krisis 1997. Bank bisa ”dirampok” pemiliknya lalu dengan mudah negara mengucurkan dana untuk menalangi kewajiban bank.

Ini semua harus dituntaskan. Kepercayaan dunia kini dipertaruhkan. Kegagalan untuk menyelesaikan akan mempermalukan Indonesia di mata dunia, khususnya dalam melawan korupsi. Yang lebih tidak kita inginkan adalah kegagalan mengatasi ujian sejarah kali ini bisa membawa republik menuju kebangkrutan

22 October 2009

Malam Pengukuhan

Malam Pengukuhan

"Sudah saatnya tubuh LPM(Lembaga Pers Muallimin) digantikan oleh nahkoda baru", itulah seutas kalimat yang terlantun dari bibir manis Pemimpion Umum LPM periode 2008-2009 .

Akhirnya, Pada Rabu malam (21/10)Lembaga Pers Muallimin mengadakan pelantikan pengurus baru periode 2009-2010.
Dengan Pemimpin Umum Hilda Wirantono dan Muflikh Try Harbian sebagai Sekretaris Umum. Inilah malam berharga untuk para crew LPM, karena pelantikan yang tak hanya dihadiri oleh Raihan El-Fakhrie, selaku pembina LPM, juga dihadirioleh alumni crew LPM mulai dari angkatan 2005, serta LPR PD IPM Kota Jogja.
Semoga dengan digantikannya Pimpinan yang baru, LPM Muallimin bisa lebih jaya .

Hingar bingar Tebar syiar ,
LPM Muallimin ..
Suangaarr ..!

17 May 2009

Iman Sebagai Solusi Krisis Moral

Dewasa ini, sudah menjadi pengetahuan umum di masyarakat, bahwa sejak beberapa tahun terakhir, kondisi dunia secara umum mengalami krisis multimendasi yang secara garis besar terbagi menjadi 3 krisis utama yaitu:
Krisis pangan
Krisis energi
Krisis lingkungan hidup
Dan yang lebih memprihatinkan lagi bahwa semuanya bersumber pada satu sebab yaitu krisis moral. Karena krisis-krisis yang lain merupakan sebuah turunan saja dari krisis moral, ketika melihat berbagai macam krisis yang bertumpuk-tumpuk yang ada di dunia saat ini yang disebut sebagai accumulative global damage atau dalam bahasa Arabnya disebut sebagai fasaadul ‘alam al muutaaraakib ( kerusakan global yang bertumpuk-bertumpuk) maka sesungguhnya semua yang kita lihat adalah disebabkan boroknya moral manusia sekarang.
Oleh karena itulah tidaklah salah ketika Allah mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam misi utama yang beliau bawa adalah untuk menyempurnakan dan memperbaiki akhlak manusia. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits:
إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia”.(H.R. Baihaqi dalam Sunan Baihaqi Kubra).
Atau dalam riwayat lain:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ صَالِحَ الأَخْلاَقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk memberbaiki akhlak manusia”.(H.R.Ahmad dalam Musnad Ahmad)
Namun yang patut diperhatikan adalah pada kenyataannya yang terjadi adalah manusia khususnya di negara tercinta Indonesia kita mulai melupakan ajaran akhlak Rasulullah yang bersumber dari aqidah yang tauhidullah. Aqidah yang menjadi pemecah masalah (problem solver) dalam setiap tempat dan keadaan!
Dan mereka mulai terkena virus-virus yang merusak diantaranya adalah liberalisasi dalam berbagai bidang mulai dari politik,ekonomi,budaya dan juga agama.
Di bidang politik kita bisa melihat bagaimana banyak orang telah “gila kekuasaan” sampai mereka berlomba hanya untuk pemilihan bupati saja sampai rela mengeluarkan uang 5 milyar, makanya jangan salahkan ketika mereka sudah berkuasa mereka akan berusaha mengembalikan modal yang telah dikeluarkan dengan cara yang tidak dibenarkan seperti korupsi dan manipulasi.
Di bidang ekonomi kita melihat bagaimana jajahan Negara-negara asing yang atas nama investasi justru mengeruk kekayaan yang ada pada bumi pertiwi.
Di bidang budaya kita bisa melihat bagaimana paham Barat telah menghancurkan norma-norma budaya adiluhung mulai dari pakaian,pergaulan dan hiburan.
Di bidang agama kita bisa melihat bagaimana banyak orang yang mengaku adalah cendekiawan muslim, tapi yang mereka lakukan adalah justru menodai agama Islam sendiri. Salah seorang professor doktor perempuan yang menjadi dosen salah satu UIN di Indonesia menyatakan bahwa homo seks dan lesbian adalah hal yang dibenarkan oleh Allah. Na’udzubillahi min dzalik…

I ni diakibatkan oleh rusaknya keimanan yang secara otomatis juga akan mempengaruhi akhlak orang tersebut. Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
ألا وإن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله وإذا فسدت فسد الجسد كله ألا وهي القلب.
“Ketahuilah di dalam tubuh ada segumpal daging. Apabila segumpal daging itu baik, maka baik pula seluruh tubuhnya, namun apabila segumpal daging itu rusak, maka rusak pula seluruh tubuhnya. (H.R. Al Bukhari dan Muslim).
Syaikh ‘Utsaimin memberikan sebuah penjelasan yang amat menarik ketika beliau memberikan ta’liq (catatan/komentar) terhadap kitab Syarah Hadits ‘Arbain Imam Nawawi, beliau mengatakan bahwa ini sebagai isyarat bahwa setiap orang wajib menjaga nafsu yang ada dalam hatinya yang dapat menyeret dirinya terjerumus ke dalam perkara-perkara haram dan syubhat dan yang terpenting bahwa kerusakan lahiriah menunjukkan kerusakan batiniah.
Setelah kita yakin bahwa iman dalam diri kita sudah benar maka hal yang patut kita lakukan adalah berbuat istiqomah. Sebagaimana yang dijelaskan juga dalam hadits :
عن أبي عمرو - وقيل أبي عمرة - سفيان ابن عبد الله رضي الله عنه قال : قلت يا رسول الله قل لي في الإسلام قولا لا أسال عنه أحدا غيرك قال قل آمنت بالله ثم استقم ( رواه مسلم).
Dari Abu ‘Amr, ada yang menyebutnya Abu ‘Amarah, Sufyan bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, katakan kepadaku suatu ucapan dalam Islam yang tidak akan saya tanyakan lagi kepada orang lain selain engkau.’
Rasulullah bersabda, ‘Katakanlah : ‘Aku beriman kepada Allah, kemudian istiqomahlah”.(H.R.Muslim).


Istiqomah artinya senantiasa di atas jalan yang lurus dengan mengerjakan semua kewajiban dan meninggalkan semua kewajiban dan meninggalkan semua larangan Allah ta’ala.

Allah ta’ala juga berfirman, yang artinya
"Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan".(Q.S.Hud:112).

Maksudnya juga beriman kepada Allah merupakan amalan hati. Sedang istiqomah itu dilakukan dengan amal perbuatan anggota badan. Nabi memberikan dua kalimat yang mencakup Islam secara keseluruhan yaitu beriman dan istiqomah.
Istiqomah ini dibangun diatas keimanan kata tsumma (kemudian) menunjukkan bahwa iman dan istiqomah berurutan.

Dari hadits dan ayat diatas kita bisa mengambil faidah bahwa iman dan istiqomah adalah 2 hal yang menjadikan diri kita bahagia di dunia dan akhirat.

27 March 2009

Setitik Embun di Terik Siang


"Teng, teng, teng". Bel telah terdengar, menandakan waktunya pulang sekolah. Dan Azzam pun menyegerakan untuk pulang kerumah.
"Huhft! Panas sekali, bikin males pulang kerumah". Keluh Azzam pada matahari yang menyengat permukaan kulitnya. Dengan keterpaksaan Azzam melangkahkan kakinya. Ia teringat punya jadwal kegiatan hari ini, sore ini tepatnya. Ngajar TPA di masjid sebelah.
"Zam, Azzam, tungguin aku, pulangnya barengan donk…". Terdengar temannya berteriak. Irham namanya.
"ya, cepetan! Panas nih, bikin kulit jadi mendung". Keluh Azzam lirih dengan muka masam yang dihadiahkan pada Irham.
"Ya ampun…kenapa sih? Muka kesut, tampang jelek". Sambung Irham yang sudah berada di depan Azzam.
"Aku gitu ya…?", benak Azzam, "Sebegitukah diriku sekarang? Terlihat tak elok dipandang orang".
"Woi! Ngelamun…".
"Sorry". Jawab Azzam singkat. Sembari mereka berdua meneruskan perjalanan pulang.
Dalam perjalanan. Azzam melamun dan membayangkan hal yang tterjadi tempo hari. Ketika Azzam mengajar mengaji anak-anak di TPA masjid sebelah, Azzam melihat seseorang yang baginya sangat menarik, dan memang tak taka sing. Azzam merasa ada hal yang lain persahabatannya selama ini dengannya. Bukan pertemanan! Lambat laun, Azzam seperti memendam perasaan, seperti rasa sayang yang ditujukan kepada seseorang. Biarlah, azzam berharap ini hanya rasa yang melintas seperti kendaraan yang lalu lalang dijalan raya.
"Zam, aku pulang ya? Kan lain rumah". Ucap Irham yang sedikit mengagetkan Azzam.
"Ya". Jawab Azzam singkat.
Baru sejenak Azzam tersadar, bahwa ia sudah berada didepan rumahnya. Benar-benar lamunan yang melalaikan.
Azzam pun memasuki rumah yang terhampar dihadapannya jelas. Pelajaran tambahan membuatnya merasa lelah. Kenapa harus pulang sebelum ashar? Dan harus. Lelah raga Azzam menghantarkannya untuk merebahkan tubuh yang lemas itu diatas ranjang. Dan mungkin, mata itu pun ingin terpejam sejenak.
"Allahu Akbar Allahu Akbar…". Terdengar nyaring ditelinga azzam suara adzan yang terdengar dari masjid sebelah.
Azzam pun segera beranjak dadri kasur empuk yang melalaikan. Terdengarnya adzan itu, yang menannadakan ia harus shalat ashar. Rumah kosong itu membuat Azzam sahalat fardhiyah tanpa keluarga yang dicintainya. Orang tua yang sibuk dfengan karir mereka masing-masing.
Lega rasanya, Azzam bias menunaikan shalat ashar. Dengan segera Azzam pun mengambil baju koko yang tergantung dialmari yang terletak disudut kamar, berganti pakain, untuk segera pergi ke masjid, mengajar TPA.
Azzam memasuki masjid yang taka sing baginya. Segera ia duduk dihadapan anak-anak TPA, dan disamping para pengajaryang lain. Siap untuk dimulai!
"Adek-adek, salam kakak dijawab dulu ya Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh". Mulaiku.
"WA'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh"> jawab anak-anak serentak.
"Nah, adek-adek, sekarang iqra' dan Qur'an-nya diambil, trus ngaji sama kakak-kakaknya".
"Dug, dag grudug, bug!". Terhidang suara rebut akan semangat anak-anak untuk belajar mengaji, berebut iqra' dan Qur'an.
"Bismillah…".
"Araitalladzi…".
Hari yang membuat lemas ini menyebabkan Azzam tidak ingin terlalu lama mengajari anak-anak belajar mengaji. Mungkin harus disudahi sampai disini.
"Adek-adek, ngajinya udah semua belum…?".
"Udah kak, tapi nulisnya belum selesai".
"Ya udah, buat tugas dirumah aja, pertemuan depan dikumpulkan".
"Baik adek-adek, untuk mengakhiri TPA kali ini, ucap hamdalah sama-sama".
"Alhamdulillahirabbil 'alamien…"
"Salamnya dijawab ya…, Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh".
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh". Jawab adek-adek TPA serentak.
Seperti biasa, Azzam dan para pengajar yang lain berdiri dan meladeni anak-anak untuk bersalaman.
Dan seperti agenga dan kesepakatan bersama. Hari ini, week end. Diadakan evaluasi bersama dalam mengajar, dan kegiatan TPA yang lain.
Dengan segeraAzzam dan teman yang lain duduk melingkar didalam masjid yang tak cukup nbesar untuk dikatakan sebuah masjid.
"Oya, langsung aja ya, untuk mempersingkat weeaktu. Ada yang ingin mengawali?". Mulai Mba Rina, ketu pengajar TPA ini.
"Eehhmm, ada yang tau Zahra nggak? Kok gak hadir hari ini?". Tanyaku pada forum.
"Wah… nggak tau tuh". Jawab Lili singkat.
"Lha…,sukanya gini lho. Sekarang evaluasi dulu donk…, baru yang lain".Cletuk Roni tiba-tiba.

___*___*___

Evaluasi pun berjalan sebagaimana mestinya. Membicarakan kekurangan yang tak kunjung usai, kelebihan dan kemajuan yang harus dipertahankan, dan tak mlupa pula rencana program kerja untuk kedepannya.
Tak lama, acara yang penuh dengan cek-cok ini pun selesai.
Azzam, menuju untuk pulang kerumah, dengan muka suntuk karena capek dengan kegiatan yang melelahkan.
Bau badan yang menyengat tubuh, mengharuskan ia untuk segera mandi, dan segera pergi kemasjid, untuk menunaikan shalat maghrib.
"Jeklek". Kubuka pintu rumah yang sepi ini. Sejenak pandangan pun mengarah keatas meja yang berada diruang tamu. Secarik kertas.
Mas, ibu dan ayah pergi kerumah eyang kalau mau makan malam udah disiapin dioatas meja makan.
Azzm segera mandi. Agar waktu ia makan, tak tercium bau kecut aroma khas tubuhnya. Acar mandi pun selesai, Azzam segera menghampiri meja makan yang berada diruang tamu tentunya.
Dilahap nasi yang masih mengepul, dan sepotong ayam yang dimasak ibunya. Terasa enak.
Agenda makan pun selesai. Diambilnya segera air wudhu untuk pergi kemasjid, menunaikan shalat isya.

___*___*___

Selesai shalat isya.
Azzam melangkahkan kakinya menuju Zahra. Senyumnya dihaturkan untuk menyambut Zahra. Zahra pun bertingkah demikian, dengan balasan senyuman manis dan ramah.
"Zahra, tadi gak ngajar TPA, kenapa?". Tanya Azzam membuka pembicaraan.
"Gak papa kok, cumin rada males, dikit…". Balasnya.
"Kok males gitu, sebagai generasi biru harus semangat donk…".
"Iya, lain kali berangkat. Toh, baru sekali inih gak berangkat".
"Oh… gitu ya, ya udah deh, makasih".
"Udah? Ya udah. Aku mau pulang dullu ya, besok lagi".
Lalu Zahra membuat Azzam teringat pada hal-hal yang pernah terjadi diantara mereka berdua. Senyum aneh ini, seperti terpendam. Sesuatu yang pernah saling memeberi diantara mereka berdua, seperti ada sinyal -bukan sinyal handphone tentunya- yang terpancar. Rasa ini membuat Azzam ingin mengutarakan hal yang terpendam dihatinya. Harus!
Segera Azzam menghampiri Zahra yang telah lalu dari pandangannya. Dihampirinya Zahra, dan tercapai ketika berada di depan sebuah Pos Ronda.
"Zahra, tunggu bentar".
Dengan segera Azzam menghadapkan dirinya dihadapan Zahra.
"Aku harus mulai obrolan ini. Dimulai... dengan basa-basi". Benak Azzam. Seraya dentuman keras denyut jantungnya yang keras.
"Zahra, aku memendam perasaan padamu". Terucap gugup dari mulut Azzam
Terdiam. Sunyi tanpa kata.
"Zam, kamu jujur dan berani. Namu apa daya, seorang wanita yang tak kuasa akan permintaan orangtua. Mungkin harus kukatakan". Jawab Zahra dengan lembut.
"Maaf, aku bukannya bermaksud buruk padamu. Tapi... aku sudah menjadi tunangan seseorang".
"Selamat".

___*___*___

Bagai halilintar yang menyambar hati yang berada didalam tubuh. Hancur. Ini adalah hal terpahit.
Ternyata benar apa yang telah ditulis Azzam dalam diary-nya.
Embun. Tak pernah ada di terik siang yang panas.